Senin, 04 Januari 2010

Pasar Modal, Efek Syari;ah, Waran dan Option

Aturan Daftar Efek Syariah Terbelit Waran Dan Option
[27/8/07]
Waran dan option selama ini dikenal sebagai efek yang secara fisik belum ada tetapi sudah bisa diperjualbelikan.
Rencana Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang akan mengeluarkan peraturan tentang penerbitan efek syariah bakal tertunda. Sedianya, otoritas pasar modal itu akan menerbitkannya pada Agustus ini. Namun, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) masih mempersoalkan waran dan option- salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar modal. Pasalnya, waran merupakan efek yang secara fisik belum ada tetapi sudah bisa diperjualbelikan sebagai turunan langsung dari saham.
Seperti diketahui, waran adalah hak untuk membeli saham atau obligasi dari satu perusahaan dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya oleh penerbit waran atau emiten (perusahaan penerbit efek). Waran sendiri merupakan sekuritas atau efek yang sebenarnya adalah sebuah call opion. Biasanya, produk ini diterbitkan oleh emiten dengan tujuan menarik investor untuk membeli sahamnya.
Anggota DSN MUI Mohammad Hidayat mengatakan waran dan option bersinggungan dengan prinsip syariah. Artinya, ada prinsip-prinsip syariah yang dikhawatirkan akan terlanggar. "Salah satu prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar, khususnya untuk produk waran dan option ini adalah yang bersifat gharar (tidak jelas) dan maisir (judi). Itulah yang dikhawatirkan kalau produk ini bisa memasuki wilayah itu," ujarnya kepada hukumonline.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 40/DSN-MUI/X/2003
Tentang
Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerpan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal
BAB IV Kriteria Dan Jenis Efek Syariah
Pasal 4, Jenis Efek Syariah
1. Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
BAB V Transaksi Efek
Pasal 5, Transaksi yang Dilarang
1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.
2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi:
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
e. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian
Kini, lembaga yang dibentuk pada Februari 1999 itu meminta penjelasan dari tim perumus draf tersebut, terkait kehalalan waran dan option. Pembahasan juga masih berlangsung di internal DSN. "Kita ingin tahu, produk waran yang diatur nanti akan seperti apa, supaya tidak bertabrakan dengan prinsip syariah," jelas Hidayat.
Sebelumnya, Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Robinson Simbolon mengatakan peraturan efek syariah tidak akan berbeda dari draf yang telah disebarkan ke publik untuk mendapat masukan. Karena secara umum telah mendapat persetujuan pelaku pasar. "Dari pelaku pasar aman-aman saja, tidak ada masukan yang krusial. Nanti draf disahkan jadi peraturan dengan tanpa ada perubahan," tuturnya kepada wartawan, akhir pekan lalu.
Draf itu dibuat untuk menindaklanjuti peraturan No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-130/BL/2006 tanggal 23 November 2006. Peraturan itu dibuat sebagai panduan bagi pihak yang berinvestasi pada portofolio efek syariah. Khususnya emiten yang melakukan penawaran umum saham reksa dana syariah, serta reksa dana syariah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK), dan pihak yang menerbitkan indeks efek syariah.
Materi pokok yang diatur dalam draft peraturan itu adalah tentang kriteria efek yang dapat dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah (DES). Selain itu, pihak yang ingin diakui untuk menerbitkan DES wajib memperoleh pengakuan dari Bapepam dan LK. Caranya, dengan mengajukan permohonan dan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan itu. Salah satu persyaratannya adalah emiten harus mempunyai tenaga ahli yang berkompeten di bidang syariah dan mempunyai Standard Operating Procedure (SOP) penelaahan efek masuk dalam DES.
Dalam peraturan itu juga diatur bahwa, emiten syariah harus memenuhi syarat rasio utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45%:55%. Dan total pendapatan bunga atau pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%.
Draf lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Peraturan Nomor II K.
1: Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
2. Efek yang dapat dimuat dalam Daftar Efek Syariah adalah Efek yg memenuhi kriteria sebagai berikut:
e. Efek berupa saham, Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), dan waran yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a Peraturan Nomor IX.A.13;
2. Tidak melakukan perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
3. Tidak melakukan perdagangan dengan penawaran atau permintaan palsu;
4. Tidak melebihi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
a) total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45%:55%); dan
b) total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan (revenue) tidak lebih dari 10%.
Sejauh ini, lanjut Robinson, pihaknya masih menunggu tambahan masukan dari praktisi-praktisi syariah, salah satunya DSN yang meminta kejelasan tentang kehalalan produk waran dan option karena mengandung unsur ketidakpastian.
Menurut Robinson, permintaan penjelasan DSN itu bukanlah kendala yang menghambat penerbitan peraturan daftar efek syariah. Dia juga berkeyakinan kalau draf itu bisa diterbitkan pada Agustus, seperti jadwal semula.
(Sut)

Kesetaraan Jender Ciptakan Eksploitasi Terhadap Perempuan

Kesetaraan Jender Ternyata Ciptakan Eksploitasi Terhadap Perempuan
Rabu, 1 Juli 2009 03:52 WIB | Peristiwa | Umum | Dibaca 442 kali
(ANTARA/Jefri Aries/ss/ama)
Jayapura (ANTARA News) - Pemerhati Masalah Perempuan, Asri Supatmiati di Jayapura, Rabu menyatakan, gagasan kesetaraan jender yang saat ini banyak diusung kaum feminis ternyata hanya menciptakan jalan untuk mengeksploitasi para perempuan.
"Para feminis ini menghendaki agar kaum perempuan diberi hak-hak yang setara dengan laki-laki dengan menghilangkan diskriminasi," ujarnya.
Selanjutnya dia menjelaskan, para feminis menganggap kewajiban para perempuan di dalam kehidupan rumah tangga sebagai beban yang menghambat kemandirian sehingga harus disingkirkan walaupun dengan cara mereduksi nilai-nilai budaya dan agama. Misalnya peran sebagai ibu untuk mengandung, menyusui, mendidik anak dan mengatur urusan rumah tangga.
Sementara itu, sistem kehidupan kapitalisme yang saat ini diterapkan hampir di seluruh bidang kehidupan masyarakat, menuntut para perempuan juga harus mampu menghasilkan materi sebagai perwujudan eksistensi dan aktualisasi diri mereka di ranah publik.
Akibatnya, perempuan yang berusaha menunjukkan jati dirinya di dunia kerja yang pekat dengan nilai-nilai kapitalisme dengan meninggalkan kehidupan domestik justru terjebak dalam sistem kehidupan ini sehingga memurukkan harkat dan martabatnya.
"Para perempuan ini, antara sadar dan tidak, menjadi ujung tombak dalam sistem ekonomi kapitalisme. Jadi model, sales promotion girl, public relation sampai profesi sebagai pelobi hampir selalu berada di pundak mereka untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah," tandas Asri.
Di sisi lain, perempuan terdidik yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi, tidak luput dari lingkaran eksploitasi. Menurut Asri, tenaga dan pikiran mereka diperas habis-habisan untuk menggerakkan roda-roda perekonomian dengan lebih banyak menghabiskan waktu di gedung-gedung perkantoran daripada di rumah.
Bahkan, eksistensi perempuan di ranah publik kapitelisme justru semakin mendudukkan posisi mereka dalam kubangan libido laki-laki yang tidak punya benteng iman dan takwa.
Oleh karena itu, Asri menegaskan gagasan kesetaraan jender adalah racun bagi kaum perempuan sendiri.
Gagasan yang berasal dari dunia barat ini, bukan merupakan jalan terbaik untuk mengentaskan persoalan perempuan.
Sebaliknya, menyetarakan posisi perempuan dan laki-laki menimbulkan persoalan baru bagi perempuan dan bahkan masyarakat pada umumnya. Seperti tingginya angka perceraian yang melahirkan orang tua tunggal, rendahnya angka natalitas, maraknya pelecehan seksual terhadap perempuan dan lain sebagainya.
"Masyarakat jangan tertipu dengan ide kesetaraan jender, jika ingin menyelamatkan generasi dan bangsa dari kehancuran," tegas Asri.(*)
Komentar Pembaca
Setuju...dalam posisi sebagai manusia, wanita sama seperti laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama, berhak mendapat pendidikan misalnya. Namun dari sisi fisik, jelas wanita tidak sama dengan pria sehingga hak dan kewajibannya pun tidak sama. Kalo mau menempatkan wanita pada posisi yang tepat, ya tidak dengan menyamaratakan dengan pria. karena memang tidak semuanya sama.
Pengamat 01/07/09 12:07
anda benar, kalau wanita sudah tidak punya malu lagi, biarlah dia berbuat semaunya, nasehat tidak akan mempan dan hanya akan jadi olok-olokan atau tuduhan negatif, toh masing-masing akan mengetahui bagaimana kesudahan hidupnya, orang yang bahagia adalah yang mau mengambil pelajaran dari orang lain.
Abdullah 02/07/09 08:12
Islam telah menempatkan wanita sesuai dengan fitrohnya, antara hak dan kewajiban, dan jauh dari eksploitasi.
Ahmad 03/07/09 09:03

o Michael Jackson, Islam dan Timur Tengah