Rabu, 16 Maret 2011

UNTUK MEMELIHARA PLURALISME BANGSA INDONESIA

MULTI TAFSIR NILAI PANCASILA

HARUS SEGERA DIAKHIRI

Oleh: Djauhari Syamsuddin

Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah

SYARIKAT ISLAM 2010-2015

Seminar “CITA CITA NEGARA PANCASILA” yang diselenggarakan tanggal 10 Maret 2011 oleh Harian Pelita, bertempat di Gedung Mahkamah Konstitusi jln.Merdeka Barat Jakarta, telah menggelitik dan mengusik pikiran kalangan umat beragama, terutama kaum muslimin yang merupakan penduduk mayoritas bangsa Indonesia.

Irman Gusman menulis dalam pepernya untuk seminar “Cita cita Negara Pancasila” sebagai berikut: “Didalam suatu Negara, cita cita bersama ini sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme yang mencerminkan persamaan kepentingan, persamaan cara pandang diantara sesama warga Negara. Dalam kontek itu Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang maha karya pendahulu bangsa yang ternyata memiliki keterkaitan yang erat antara kelima sila yang tidak bisa dipisahkan karena antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yang lain”.

Menyatakan Pancasila sebagai “sumber dari segala sumber hukum” adalah suatu hal yang tidak bisa diterima dalam Islam, karena sumber hukum yang utama dalam islam adalah Al Quran dan Sunnah Rasulullah yang nyata, yang lain adalah ijmak, kias dan ijtihad, bila tidak terdapat keterangan yang jelas dalam Al Quran dan sunah Rasulullah.

Pernyataan tersebut disamping bersifat multi tafsir, juga mempunyai kecenderungan memberi peluang menjadikan Pancasila sebagai agama kesatuan bangsa Indonesia atau mendorong berkembangnya paham pluralisme agama secara luas yang saat ini sudah mulai menampakkan dirinya baik didalam masyarakat umum maupun dalam kalangan elite penyelenggara Negara dan para politikus, yang dapat berujung pada pendangkalan aqidah umat secara sistematis dan tidak disadari dan berpoteni polemik berbahaya.

Islam sebagai Dienullah adalah suatu ketentuan dan tuntunan tentang hidup dan kehidupan, serta peraturan dasar pergaulan hidup bersama yang benar dan lengkap yang ditetapkan Allah agar manusia dapat memperoleh kesejahteraan didunia dan keselamatan diakhirat, yang dalam ketentuannya Islam itu mendatangkan keadilan dan kebenaran, membebaskan manusia dari kezaliman, mamerdekakan manusia dari segala bentuk perbudakan dan perhambaan, menjauhkan manusia dari kebodohan dan kemiskinan, membangun hidup dan kehidupan baru dan membawa manusia ketingkat derajat taqwa yang tinggi dan sempurna.

Pancasila sebagai hasil pemikiran manusia untuk membangun kesepakatan hidup bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat ditafsirkan dan disalah gunakan sesuai dengan pikiran dan kemauan manusia, bilamana Pancasila itu tidak ditafsirkan dan dilahirkan dalam undang undang sesuai dengan kontek agama agama yang diakui / resmi bangsa Indonesia.

Butir pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, adalah merupakan pengakuan yang bersifat mutlak atas nilai agama yang diakui / resmi yang dianut bangsa Indonesia, baik umat Nasrani, Hindu, Budha, maupun umat Islam, yang Negara harus melindungi penduduknya menjalankan syariat agamanya dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Oleh karenanya, dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang pluralis, masing masing umat beragama seharusnya memutuskan dalam musyawarah tertingginya, syariat agama yang harus diberlakukan bagi pemeluknya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara dan diratifikasi oleh Negara sebagai hukum positif.

Sedangkan hal hal yang bersifat lintas agama atau yang terkait dengan konteks lintas agama ditetapkan melalui ketetapan bersama dalam musyawarah lintas agama yang anggotanya adalah anggota badan musyawarah tertinggi masing masing agama dan diratifikasi oleh Negara sebagai hukum positif.

Mengenai hal hal yang bersifat ritual peribadatan dan budaya yang terkait dengan agama, menjadi hak asasi pribadi dan budaya komunitas, yang tidak boleh diatur orang lain termasuk oleh negara, sedangkan pemerintah hanya dibolehkan memberi fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan keadaan secara wajar.

Syariat agama yang mempunyai kesamaan nilai dapat diratifikasi sebagai ketentuan bersama yang diberlakukan sebagai hukum positif.

Dengan demikian Pancasila sebagai kesepakatan nasional dalam kebersamaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi tidak multi tafsir dan ada jaminan bagi pemeluk masing masing agama untuk hidup dalam ketentuan agama masing masing, tidak ada halangan bagi umat beragama menjalankan syariat agama yang diratifikasi sebagai hukum positif dan tidak ada paksaan untuk memeluk suatu agama tertentu sehingga menjamin terciptanya kerukunan dalam kehidupan bersama bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diantara pemeluk pemeluk agama.

Apabila umat beragama yang berada dalam posisi sistem kekuasaan tidak bersedia untuk melaksanakan hal tersebut, berarti mereka tidak bersedia tunduk kepada ajaran agamanya, atau agamanya tidak berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang berarti mereka sesungguhnya bukan Pancasilais, meskipun mereka meneriakkan sebagai pendukung dan pembela Pancasila. Ini bisa disebut sebagai musang berbulu ayam yang perlu diwaspadai karena bisa merusak sistem nilai dan pemahaman terhadap agama, atau dengan kata lain bisa mendangkalkan aqidah umat atau paham keagamaan.

Sifat Pancasila yang multitafsir ini harus diakhiri dengan memberi status hukum kepada Pancasila sebagai kewajiban menjalankan agama bagi pemeluk agama atas hukum hukum agama yang diratifikasi oleh Negara setelah melalui musyawarah tertinggi agama yang diakui /resmi.

Allah berjanji akan melimpahkan rahmat Nya dari langit dan bumi kepada penduduk negeri karena keimanan dan ketaatanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan akan menyiksa penduduk negeri karena perbuatanya mendustakan ayat ayat Allah (ref. Al Quran:007:096).

Intanshurullaaha yanshurukum wa yutsabbit aqdaamakum

Billahi fi sabilil haq.

Jakarta, 13 Maret 2011