Sabtu, 26 September 2009

VISI, MISI DAN FORMAT POLITIK ISLAM (5,5.3.Sifat Negara dan Pemerintahan)

MENUJU KESATUAN
VISI, MISI DAN FORMAT POLITIK ISAM
oleh: Djauhari Syamsuddin

5. ASAS-ASAS PERJUANGAN

5.3. Sifat Negara dan Pemerintahan
Meskipun Indonesia belum merdeka pada saat penyusunan dan penetapan program perjuangannya (program asas), Syarikat Islam telah mempersiapkan satu konsep tentang sifat dan bentuk pemerintahan yang bagaimana yang dikehendaki ummat Islam yang pantas dan sesuai dengan kehidupan bangsa Indonesia.

HOS Tjokroaminoto menyampaikan keyakinannya kepada ummat Islam terutama kepada kaum PSII, bahwa “ Negeri merdeka (Indonesia - penulis) yang kaum Syarikat Islam wajib mencapainya (waktu itu belum merdeka), pemerintahannya harus bersifat demokratis, sebagai dinyatakan Allah Ta’ala di dalam Al Qur’an surat As Syura: 042 ayat ke 038:
“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (dimaksudkan: urusan negara, pemerintahan dan masyarakat, diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”

Mengingat contoh-contoh pada zaman khulafaur-rasyidin, pemerintahan yang dimaksud dalam ayat tersebut, terlebih-lebih buat zaman kita yang sekarang (masih zaman penjajahan – penulis) ini ialah harus suatu pemerintahan yang kekuasaannya bersandar kepada kemauan rakyat (ummat/ bangsa) yang menyatakan sepenuh-penuh suaranya di dalam suatu Majelis Al-Syura berupa Majelis Perwakilan Rakyat (MPR – penulis), Majelis Parlemen (DPR – penulis), atau lain-lainnya yang serupa itu, yang susunan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya harus berdasar kepada asas-asas demokrasi yang seluas-luasnya dalam koridor Al Qur’an dan sunnah Rasulullah yang nyata.

Setiap rakyat boleh dan berhak menyampaikan pendapatnya baik secara langsung atau tidak langsung, baik secara lisan ataupun tulisan kepada badan atau lembaga-lembaga yang punya keterkaitan dengan masalah yang disampaikan.

Segala peraturan perundang-undangan yang perlu dibuat melalui Majelis Parlemen, atau Majelis As Syura untuk kepentingan kemaslahatan rakyat atau untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat haruslah kedudukannya berada dalam kerangka dasar ketentuan ilahiyah, mempunyai dasar dan hubungan atau rujukan dengan kitab suci yang diturunkan Allah swt kepada Rasulullah saw, penyusunannya tidak boleh hanya mengandalkan rakyu atau ratio (aqal) semata.

Mengenai kepemimpinan dalam sistem pemerintahan, rakyat mempunyai hak memilih yang disebut “ahlul ikhtiar” dan hak untuk dipilih yang disebut “ahlul al-imamat”.
Hal-hal yang diterangkan tersebut adalah merupakan kerangka inti demokrasi dalam Islam yaitu memberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan pemikiran atau pendapat, dan mempunyai hak memilih dan dipilih dengan senantiasa berada dalam koridor Al Qur’an dan As Sunah.

Sistem pemerintahan Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad saw dan para sahabat nabi hakikatnya adalah suatu pemerintahan persaudaraan yang sejati, dimana didalamnya kaum yang diperintah dan kaum yang memerintah terbebaskan dari pada penyakit-penyakit kecemaran budi pekerti (akhlaq).

Penduduknya tidak mempunyai sifat kebencian atau sikap bermusuhan antara satu sama yang lain karena perbedaan golongan, karena perbedaan bangsa dan warna kulit, tidak ada perbedaan dan petentangan kebutuhan dan kepentingan antara rakyat dan pemerintah karena dalam sistem kehidupan Islam itu terbuka dialog dan musyawarah yang memberikan jaminan adanya transparansi, akuntability dan auditability serta kontrol sosial yang tinggi dan terbuka.

Tidak ada komentar: